Perang Ketupat Tradisi unik Bangka mendapat perlindungan hukum

Perang Ketupat

Pangkalpinang, Bangka Belitung  Perang Ketupat, acara adat unik di Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, telah ditetapkan sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

“Kami berharap dengan ditetapkannya tradisi ini sebagai KIK dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat,” kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Kepulauan Bangka Belitung, Harun Sulianto, di Pangkalpinang, Minggu.

Pendaftaran tradisi ini dilakukan dalam rangka menjaga adat dan budaya daerah.

Sulianto mengatakan, Perang Ketupat merupakan salah satu Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) masyarakat Bangka Barat, yakni prosesi adat yang sudah dilakukan sejak tahun 1800-an dan awalnya dilakukan oleh masyarakat Tempilang.

EBT merupakan semua bentuk karya kreatif, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, atau gabungan keduanya, yang mencerminkan keberadaan suatu budaya tradisional yang dianut secara komunal dan diwariskan secara turun-temurun.

Tradisi yang biasanya dilaksanakan setiap tahun menjelang bulan Ramadan ini dilakukan dengan saling melempar ketupat sebagai simbol mengusir roh jahat.

Makna dari tradisi ini adalah untuk menangkal malapetaka dan membersihkan desa, memohon keselamatan dan perlindungan dari Tuhan agar terhindar dari malapetaka, serta melambangkan persatuan, kewaspadaan, dan gotong royong.

“Dengan didaftarkannya Perang Ketupat sebagai KIK, tradisi ini kini dilindungi secara hukum, sehingga tidak disalahgunakan,” jelasnya.

Ia menyatakan bahwa KIK merupakan warisan budaya yang sangat berharga dan menjadi identitas masyarakat di Bangka Belitung.

“Kami berharap ada kebijakan pemerintah daerah untuk mempromosikan KIK yang telah terdaftar ini sehingga memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat setempat,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *