Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kebijakan penerimaan devisa hasil ekspor sumber daya alam tidak hanya dilakukan Indonesia, tetapi juga Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025 yang baru ditetapkan dan mulai berlaku pada 1 Maret lalu, mewajibkan eksportir menyetorkan devisa hasil ekspor sumber daya alam sebesar 100 persen ke bank dalam negeri dalam jangka waktu 12 bulan.
“Ini sesuai dengan best practice yang dilakukan di berbagai negara lain, jadi tidak hanya Indonesia, tetapi Malaysia, Thailand, bahkan Vietnam juga melakukan hal yang sama,” ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan, perbedaan ketentuan di Indonesia dengan negara lain terletak pada kewajiban membayar dalam bentuk valuta asing.
Jika Malaysia dan Thailand mewajibkan penerimaan devisa dikonversi ke mata uang lokal, Indonesia akan memperbolehkan eksportir menggunakan valuta asing untuk menghindari transfer pricing dan menjaga kelancaran operasional masing-masing perusahaan ekspor, imbuhnya.
“Ya, tujuan kita tidak ada transfer pricing,” kata Hartarto.
Dengan kemudahan ini, pemerintah Indonesia berharap perusahaan ekspor mematuhi aturan tersebut.
Menteri mengatakan, perusahaan yang melanggar aturan tersebut berisiko terkena sanksi pembekuan izin ekspor.
“Bagi yang tidak mematuhi akan diberikan sanksi administratif berupa penghentian ekspor. Jadi, pemerintah terus mengawasi pelaksanaannya,” tegasnya.
Aturan yang diteken Presiden Prabowo Subianto itu diharapkan bisa menambah cadangan devisa Indonesia hingga US$80 miliar.
Sejak 2023, seluruh eksportir sumber daya alam di dalam negeri wajib menyimpan 30 persen hasil penjualan ekspor dengan dokumen pengapalan minimal senilai US$250 ribu di sistem keuangan dalam negeri.
Namun, menurut Prabowo, eksportir lebih memilih menyimpan pendapatannya di bank-bank di luar negeri.
Ia menambahkan, meski pemerintah mendukung pertumbuhan dan keberlanjutan eksportir, penting bagi mereka untuk menyetorkan pendapatannya ke rekening bank khusus yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan.
Ia lebih lanjut menjelaskan, aturan baru itu memungkinkan eksportir menggunakan mata uang asing untuk membayar dividen dan pungutan bukan pajak.
Selain itu, dana yang disimpan di rekening bank khusus dapat digunakan untuk membeli bahan baku, bahan penolong, dan barang modal dengan menggunakan mata uang asing.
Pendapatan devisa yang disimpan di dalam negeri juga dapat digunakan untuk melunasi pinjaman yang diambil untuk pengadaan barang modal.
Leave a Reply